Kita adalah pengingkar
rasa cinta abadi.Mengalahkan debar rasa setengah mati dan membiarkan hati
senantiasa nyeri.Hatiku adalah tempatmu kembali,pulanglah dengan hati-hati,agar
janjimu dapat tergenapi,sebelum tertikam sepi.
“Hujan siang ini seperti inspeksi
mendadak,membuat orang-orang dijalan tadi sukses memaki” celetukanmu
membuyarkan lamunanku.”Sorry,telat!” bingkisan kecupan engkau daratkan beberapa
kali di dahiku.”Yah..sudah dingin!” “Sudah setengah jam yang lalu bubur itu
matang” jawabku datar.”Bubur buatanmu selalu lezat,sekalipun sedingin es” kau
tampak semangat menikmati bubur yang aku hidangkan buatmu.Sebenarnya bubur ini
akan tepat sekali disantap jika saja setengah jam lebih cepat dia datang.”Harusnya
kamu ikut lomba-lomba memasak yang sering diadakan di televisi itu.Hidangan
spektakuler ala chef Lena Viona.” Aku tergelak,tawaku memecah keheningan yang
sempat tersirat,khawatir bubur ini tak disantap karena kamu tidak datang.
“Apa kabar Bayu?” sesaat kamu
melirikku,dalam.”Baik...” aku selalu enggan bercerita Bayu saat berdua
denganmu,”sehat dan semakin sibuk dengan sidang-sidangnya.” Bayu adalah
pangeran pengacaraku,yang selalu berbicara lantang membela sang pesakitan dari
ketukan maut sang hakim dan cercaan jaksa.”Kamu sendiri apa kabar?” tersirat
rasa ingin tahuku yang begitu besar.”Stres berat!” balasmu seraya menyuapkan
satu sendok bubur terakhir kedalam mulutmu.”Aku nggak pernah menduga,persiapan
pernikahan membutuhkan konsentrasi tingkat dewa.” Sesekali kamu menggaruk
kepala yang sama sekali tidak gatal,ciri khas dirimu ketika resah.”Stres? Apa
gunanya kamu pakai wedding organizer?.” “Hmm..sekalipun memakai jasa WO, tetap
saja keputusan ditangan kami.” Kami itu artinya kamu dan dia,bukan kamu dan
aku.Sebab Kami itu akan berubah jadi kita jika semua pembicaraan persiapan
menikah ini antara kamu dan aku.Ada nyeri menyusup di bilik hati,pelan dan
pasti.
“Renata itu seorang yang
perfectionist.Hanya di depanmu aku bisa mengenakan pakaian seperti ini.”
“Seperti ini?” aku mengernyitkan dahi,merasa tidak ada yang salah dengan
pakaiannya hari ini.Kaos oblong biru tua dan celana panjang kain berwarna krem
muda. “Tampan,pangeran tampanku!” bisikku riuh dalam hati.Meski posturmu tidak
terlalu tinggi,namun tetap saja membuatku yang hanya setinggi bahumu ini merasa
pendek.Tatapan tajam dari balik kaca mata silinder yang kamu pakai menimbulkan
kesan kharismatik yang kuat. “Hahahaha,dia tidak pernah suka melihatku
berkeliaran dengan kaos oblong.Sekalipun dia tahu pekerjaanku seorang
jurnalis,yang membutuhkan kenyamanan saat bertugas.” Lagi–lagi kamu
menggaruk-garuk pelan kepalamu.Entahlah bagaimana awal mulanya seorang Renata
Diar,Designer terkenal ibukota itu bisa jatuh hati pada seorang jurnalis yang
mewawancarainya mengenai acara pagelaran busana yang dia selenggarakan dua
tahun lalu.Sejak itu bubur ayamku kerap kali kehilangan peminat sejatinya.Bubur
ayam,aku teringat kapan pertama kali membuat bubur ayam ini.berawal dari sebuah
ketidaksengajaan yang menjadi pengulangan membahagiakan.
Tujuh tahun lalu,saat masih berstatus
sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi sekaligus resmi menyandang
predikat resmi sebagai anak kost ,aku mulai mempunyai kebiasaan rutin yaitu
memasak.Sebagai usaha penghematan terhadap uang saku bulanan.Aku dan Charles
tinggal di kost yang sama,meski berbeda kamar kami sering memasak bersama
diakhir minggu.Awal bulan adalah peringatan kemerdekaan bagi menu makanan yang
akan tersaji.”Len..Lenaaaa!” Suara berat Charles berlomba dengan ketukannya di
pintu kamar.”Masak? Sudah lengkap bahannya?” kepalaku menyembul dari balik pintu,hampir
saja ketukan tangannya mendarat dijidat.”Waduh! Anak perawan jam segini baru
menjenguk dunia.” Aku hanya mengerjapkan mata dan segera berlari kekamar
mandi,”kamu duluan kedapur ya!” teriakku dari dalam kamar kost.
Ada sepotong dada dan paha ayam yang
masih terlihat segar,mengerling dari dalam baskom dihadapanmu.”Sudah beres tuan
putri.Tinggal di masak sesuai selera.” “Panci kecil tertutup itu isinya apa?.”
“Ummm...hahahahahaha,bubur!” Charles memperlihatkan satu panci berisi
bubur.”Hari ini kita bukannya mau masak ayam bumbu bali dan nasi liwetk?” aku
kebingungan melihat bubur dipanci yang ia pegang.”Tadi aku mau bikin
kejutan,rencananya mau bantu kamu masak nasi.Berhubung listrik mati,penanak
nasi otomatis yang tinggak colok itu ikutan mati.Jadi....” “Jadi,inisiatif
tinggi menanak nasi diatas kompor,airnya nggak ditakar dan....this is it...”
ucapku seraya menepuk jidat.Derai tawa mengalir deras dari bibirnya, “Kamukan
pakar masak,chef Lena!.” Aku mendorong paksa tubuhnya keluar dari dapur umum kost-kostan.Setelah
berdebat sesaat dengan hati,aku memutuskan memasak ulang bubur ini ditambah
bumbu nasi liwet dan bagian paha ayam aku potong dadu untuk dicampur kedalam
bubur.Sedangkan dada ayamnya aku goreng dan suwir-suwir kecil lalu tetap aku
beri bumbu bali seperti rencana awal.Tepat satu jam kemudian dua mangkuk besar
bubur ayam suwir bumbu bali terhidang.Seperti orang yang baru pertama kali
menyantap bubur,kamu melahapnya tak bersisa.Entah karena lapar atau apa.Hingga
sekarang Charles kerap kali memintaku membuat bubur serupa.
“Kamu menemukan resep baru di dunia,Len. Ini
enakkkkk,pake banget!.” Aku menggelengkan kepala tersadar dari lamunan,seraya
mengulurkan sekotak tissue padanya.”Setiap kali selalu kalimat itu yang kamu
ucap.” “Faktanya begitu,sich.” Charles mengusap-usap perutnya, “kenyang!. Bubur
yang sama,selalu konsisten citarasanya.Harusnya buburmu ini menjadi salah satu
hidangan di resepsi pernikahanku nanti.” Aku mencari kesungguhan dibalik
pernyataannya barusan.”Oh,jangan.Aku nggak mau ada orang lain menikmati bubur
buatanmu ini,hanya aku yang boleh.” “Apa kamu masih sempat mencicipi bubur
buatanku lagi?. Umm...setelah menikah dengan Renata nanti.” Aku bertanya
padanya setelah kalimat egois tadi terucap darinya. “kenapa nggak?. Apa karena
aku menikahi Renata kamu sudah tidak mau lagi memasak bubur itu untukku?.” “Aku bisa memberikan resepnya kepada Renata”
aku mencoba tersenyum saat mengucap kalimat itu.”Hahahaha....Renata itu nggak
bisa masak.Nggak bakalan bisa menyaingi kehebatan masakanmu” seolah mengerti
perasaanku,kamu mendekat dan mengusap-usap rambutku .
“Aku
lupa,kamu akan jadi nyonya Bayu.Boleh aku minta satu hal darimu?” Saat itu kita
begitu dekat,bahkan hembus hangat napasmu bisa aku rasakan.”Apa?” kamu
tahu,apapun akan aku berikan untukmu,untuk seseorang yang telah memiliki
hatiku,bahkan jauh sebelum aku sendiri menyadari hal itu.”Datang ke pesta
pernikahanku!” sebuah kertas undangan terulur kepadaku.Warnanya jingga dihias
tulisan keemasan dan berhiaskan foto prewedmu.Aku sungguh telah menyiapkan diri
untuk tibanya saat ini,namun hatiku saat ini rasanya remuk.Serasa terjun payung
dan tak bisa membuka parasut.”Aku pasti datang!” aku meraih kertas undangan
dari tangannya dan bergegas berdiri untuk merapikan mangkuk bubur dan segera
membawanya ke dapur untuk di cuci.Sebenarnya itu adalah usaha setengah matiku
untuk tidak menangis di depannya.Ini bukan undangan untuk menghadiri upacara
pemakaman,bukan?.Jadi tidak boleh ada air mata untuk menyambutnya,meski bisa
saja aku berdusta bahwa ini adalah air mata suka cita.Namun aku tidak
bisa,sungguh.Untuk berpura-pura menangis karena bahagia,karena aku tahu,dia
akan merasakan kesedihan ini sehebat apapun aku menyembunyikannya.
Aku
mengantarkan bayangannya sebatas pintu kamar apartement.Menolak kecupan yang
tadinya ingin dia berikan,seperti hari-hari sebelumnya ketika kami mengakhiri
pertemuan.Canggung kamu menarik keinginan untuk mencium keningku.Aku pun merasa
perlu untuk melakukan penolakan,mungkin hatiku sedang tidak bersahabat seperti
hari kemarin.Hatiku sedang merajuk dan berusaha bilang padamu untuk membatalkan
apa yang telah tercetak di kertas undangan jingga itu.Apakah mungkin? Kuarasa
itu tidak mungkin.Perjodohan yang dilakukan oleh orang tuaku,cincin pertunangan
yang lebih dulu melingkari jariku.Jauh sebelum kamu bertemu Renata dan menjadi
kekasihnya.Aku masih bisa mengingat dengan jelas,rona wajahmu ketika mengetahui
aku akan bertunangan dengan Bayu.Aku ingin menolak,andai kamu bersikeras
melarangku dan mengatakan bahwa kamu menginginkanku.Namun,kamu hanya terdiam
seolah menahan gejolak emosi dan seketika menjabat tanganku dengan ucapan
kalimat selamat untukku.Aku pun mendiamkan rasa yang bergejolak menginginkan
kamu,tidak berani berorasi menyampaikan hasrat hati dan melangkah ayu bersama
balutan kebaya merah jambu pada malam pesta pertunangan yang kamu tidak
menghadirinya dengan alasan ada tugas meliput berita di luar kota.Apakah benar
kamu tidak bisa menyempatkan hadir?.Lantas saat ini kamu ingin aku menghadiri
upacara sakral antara kamu dan dia,upacara yang nantinya akan mengikatmu dalam
janji untuk bersama hingga mati.
Pipiku
dikeroyok bening hangat,napas terasa sesak dan percuma rasanya menahan
isak.Apakah sebaiknya aku menuntaskan isak malam ini,agar nanti bisa
menerbitkan senyuman terbaikku saat mengucap selamat padamu dan Renata saat
kalian bersanding jadi raja ratu sehari?. Aku menatap nanar kearah jalanan dari
balik jendela kamar.Kosong...sepi!.Apa aku patut mengatakan hubunganmu dan
Renata adalah sebuah ego?. Kamu selalu berkata jika kalian ibarat bumi dan
angkasa,tidak memiliki persamaan sedikitpun.Namun bukankah kita nantinya akan
berjodoh dengan orang yang memiliki kebalikan sifat dari kita?.Atau aku yang
terlalu bodoh,tidak bisa menyadari upayamu untuk kembali ke jalan menuju
hatiku,dengan kerap kali membuatku cemburu setiap kali dongeng-dongeng tentang
Renata terukir dari bibirmu dikala kita bersama,di pesan-pesan singkatmu dan di
setiap telepon-teleponmu?.Bagaimana jika kamu benar-benar mencintai perempuan
yang nyaris diambang kesempurnaan itu?. Cantik,berpendidikan,karier gemilang
dan siapa yang tidak mengenal Renata Diar saat ini?. Sedangkan aku? Hanyalah
seorang penulis honor yang masih memperjuangkan untuk bisa menjadi penulis yang
bisa melihat namanya tercetak di buku yang terbit dari buah pikirannya.
Hatiku
adalah satu-satunya album dimana aku bisa dengan aman menyimpan rima-rima indah
keberadaanmu didunia.My heart raced so fast, gelapnya cahaya malam menjadi
layar tempat segala kenangan antara kamu dan aku berputar,berharap masih ada
mangkuk bubur lagi yang bisa aku hidangkan dengan citarasa cinta disetiap
sentuhannya.Aku merindukan sesuatu yang tidak pernah aku berani perjuangkan dan
tersakiti oleh sikapku sendiri.Sementara senandung merdu Broken Vow dari Lara
fabian yang terus berulang dari speaker kecil disamping komputer kamar membuat
sebuah adegan yang entahlah apa aku akan menyesalinya dikemudian hari.Adegan
yang berisi aku,air mata dan semangkuk sisa bubur tadi siang berkencan dengan
perasaan hampa yang mengajak berdansa.
Note : di ikutkan dalam lomba cerpen film RectoVerso by Rya Angeline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar