Sabtu, 23 Agustus 2014

Sebuah lensa, mataku.


Dalam sebuah buku aku tuliskan gelisah dan segenap takutku
Disisipi impian menggunung dan doa-doa yang dipoles oleh segenap harapan.
Apa yang bisa lagi aku lakukan selain menikmati segala hal yang ada.
Meski tak setiap waktu kata cinta akan semanis madu lebah hutan.
Namun rindu cukuplah membuat hati merasakan manis merah jambu.

Hal yang paling kutakutkan adalah,
suatu hari aku meyaksikan derasnya linangan air
Yang mengalir dari sebuah lensa yang merekammu selama ini, mataku.
Bukankah kematian adalah hak kita sejak dilahirkan?
Namun, hal itu masih saja menjadi menakutkan. Apa kamu akan takut?

Entah, apa yang akan aku katakan kepada orang-orang itu.
jika memang aku yang harus menjadi saksi kepergianmu lebih dulu.
Sebagai apa aku akan memperkenalkan diriku, sahabatmu?
Ahh, aku berharap bisa menjadi lebih dari itu.
Namun, aku tahu akan ketidaksiapanku.
Menghadapi peristiwa itu sebagai apapun aku saat itu bagimu.
karenanya, janganlah pergi mendahuluiku.

Note : Agustus tersisa tidak sampai hitungan sepuluh jari lagi.. Cepat sekali..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar