Aku
memandangi boneka hello kitty memakai
baju berwarna merah muda di etalase toko itu dengan mata berbinar.Beragam
warna-warni jepit rambut dan bando yang dipajang dibagian aksesoris juga
menarik perhatianku.Ingin rasanya aku meminta Ibu untuk membelikan beberapa
untukku.Ibu sedang sibuk memilih kertas kado yang akan dijadikan pembungkus
hadiah ulang tahun teman sekelasku di SD Harapan.”Joni! Ayo,lekas bantu bawa
barang belanjaan Ibu!.” Aku yang terkejut segera bergegas berlari kearah Ibu.
.................................................
Potongan kenangan semasa kecil itu
membuatku mengusap air mata yang menetes tanpa sadar dari pelupuk mata.”Kemindong
para maniak salon hari ini? Gilingan,Salon
hari ini sepi banget!” Maiske alias Samad mondar-mandir sambil menggerutu.”Jenny,mawar
makarena tinta? Akika Cacamarica makarena ya” ucap Maiske seraya berlari keluar
salon dan berteriak memanggil mas Gun tukang ojek gebetannya yang barusan lewat.Yah,sekarang
aku berubah menjadi Jenny,bukan lagi Joni.Sudah tiga tahun aku kabur dari
rumah.Atas kebaikan Maiske aku diajak untuk bekerja di Salon miliknya.Salon
Princess.Sebuah Salon kecil yang juga menjadi tempat tinggalku dan Maiske.Samad
adalah temanku semasa sekolah,sejak memakai seragam putih abu-abu.Aku sudah
tahu Samad memiliki jiwa yang sama sepertiku.Kami sama-sama menyukai aroma
parfum perempuan,menyukai berdandan ala perempuan dan terkadang diam-diam
mencoba baju-baju milik kakak perempuan Samad di rumahnya,tentu saja dalam
keadaan sepi.
“Jon..Joniiii! Pulang,nak! Ibu
kangen kamu.” Suara Ibu dari ujung telepon malam tadi membuat hatiku miris.Tapi
jika mengingat Bapak yang tidak bisa menerima keadaanku serta ucapannya yang
tidak sudi mempunyai anak sepertiku,membuat rasa kangen kepada wanita yang
melahirkanku itu terkubur dalam-dalam.”Permisi! Spadaaaa! Belnya rusak ya,mas?”
suara seorang perempuan dari arah pintu masuk salon membuat aku memindahkan
pandanganku kearahnya.”Salonnya buka,mas? Eh,mbak?” tanyanya kikuk.Wajar
saja,perawakan laki-lakiku jelas-jelas tidak bisa disembunyikan.Tapi bedak dan
lipstik serta make up yang kugunakan membuat dia bingung harus memanggilku
dengan sebutan apa.Rambutku sendiri tidak terlalu panjang,namun juga tidak
cepak seperti potongan rambut laki-laki pada umumnya.”Buka,kok! Mau nyalon?
Tapi kalau potong rambut saya nggak bisa.” “Oh,hanya mau creambat.” Perempuan
itu memberanikan diri untuk masuk.”Tumben sepi,mas...Eh,mbak?” “Memangnya
sebelumnya kamu pernah kesalon ini? Kok,saya nggak pernah lihat kamu?” “Sering
lewat,sich.Saya ngekost di jalan belakang salon ini.Biasanya siang begini salon
ini ramai?.Terkadang mau mampir,tapi takut antri” jawabnya.”Keramas dulu,yuk!.”
Maiske pulang membawa satu tas
plastik besar.”Jenny,akika belikan yey makarena di warung biasa.Endang rasanya
dan mursida pula.” ”Mana mas Gun?” tanyaku.”Lambreta! motorola tua,masih juga
dipakai.Bikin akikah mawar merekah!.” Aku hanya terkekeh mendengar ucapannya.”Mas,ehh...Mbak!
Emang nggak bingung denger temannya pakai bahasa planet begitu?.” “Kamu sendiri bingungkan mau panggil saya dengan
sebutan apa?.Panggil saja saya Joni.Lebih jelas dari pada sekedar mas atau mbak.”
Perempuan itu tersenyum.Senyumnya manis sekali,aku sesekali melirik parasnya
yang terpantul dari kaca dihadapan kami.”Desi! Nama saya Desi.By the way,kalau
saya panggil Joni apa orang-orang nggak pada bingung?” “Kenapa mereka harus
bingung?” jawabku sambil terus melumuri rambutnya dengan cream ginseng.”Soalnya...Umm...”
“Apa?” “Make up-nya tebel banget.” Jawab Desi agak takut jikalau menyinggung
perasaanku.”Oh,ya?” Aku melirik penampilanku dikaca.Biasanya jika ada orang
lain yang mengkritikku soal penampilan,aku akan langsung marah.Namun kali ini
begitu kritik itu terlontar dari bibir Desi,aku merasa ada yang berbeda.Ada
perasaan aneh mengaliri kisi-kisi hati dan serta merta menimbulkan perasaan
malu karna berdandan seperti perempuan didepannya.”Ada apa ini? Kenapa bisa
begini?” batinku.Pelan-pelan aku mengambil tissue dan mulai sedikit menghapus
bibir yang terlapisi lipstik merah menyala.
Siang-siang berikutnya Desi kerap mampir sekedar menyapa aku sebelum berangkat
kuliah atau pun mengajakku keluar makan siang seperti hari ini.”Kamu nggak malu
ajak saya pergi makan?” tanyaku begitu sampai diparkiran sebuah warung bakso
yang terkenal enak di daerah taman kota.Desi tertawa sesaat, “Paling
cowok-cowok disekitar sini pada bingung.” “Bingung kenapa?” “Aku kalah cantik
sama mbak Jenny” ledeknya.Aku hanya mengulum senyum dan pamit ketoilet umum.”Pesen
sekarang atau tunggu kamu?” “Pesen aja duluan,saya pesenkan bakso tanpa mie,
ya!.” Desi memandangiku dengan mulut terbuka lebar sekembalinya aku dari toilet,lalu
dia senyum-senyum sendiri.”Dimakan nich,sudah dari tadi datang
pesanannya.Keburu dingin.”Aku agak kikuk dihadapannya dan berusaha menutupinya
dengan segera duduk dan menyibukan diri dengan semangkuk bakso yang sudah
sedari tadi menungguku.”Kenapa nggak dari salon tadi pakai kaos begitu?.”
“Ini?” tanyaku menegaskan seraya menunjuk kaos yang aku pakai. Desi
mengangguk dan tersenyum,manis sekali
senyumnya.”Nggak enak sama temen kamu,ya?.Siapa? Maiske?.” Dalam hati aku
membenarkan ucapannya.”Kamu tahu nggak,banyak orang-orang yang bergosip kalau
kalian berdua adalah pasangan homo.” Aku menarik napas mendengar ocehannya
barusan.”Tapi aku nggak percaya.” “Syukurlah!” jawabku spontan.
“Mau langsung balik ke salon?”
tanyanya.”Iya.Nggak enak sama maiske.Tapi aku ganti baju dulu,ya?!.”
“Sudah,pakai saja kaos itu tidak usah diganti.” Desi menahan langkahku yang
akan menuju toilet.Aku berpikir sejenak dan menuruti keinginannya,lalu membawa
motor melaju kearah salon Princess.”Aku masuk dulu,ya!.Terimakasih sudah
ditraktir bakso.”Aku melangkakan kaki memasuki salon.”Dari mana?.Jali-jali sama
itu pere,ya?” tanya Maiske.”Iya.”jawabku singkat dan segera membantu Maiske
mengeringkan rambut pelanggan salon yang baru saja selesai keramas.”Yey,pecongan
ama itu pere?” selidik Maiske lagi.”Nggak.Hanya berteman.Lagi pula mana ada
perempuan yang mau sama orang seperti aku.” Aku mengerti bahasa-bahasa ala
Maiske dan mahkluk jadi-jadian seperti kami,namun jujur saja aku tidak terbiasa
menggunakannya dalam keseharian.”Lagi juga,mbak Jenny mana doyan
perempuan.Iyakan,mbak?” ledek ibu-ibu dibelakangku.Aku hanya ikut tersenyum
mendengar celotehan ibu-ibu itu.”Kita-kita ini doyannya yang berotot,jeng.” Maiske
menimpali sambil menirukan gaya binaragawan.Kontan saja gelak tawa ibu-ibu itu
pecah.Inilah rutinaitasku yang tiga tahun terakhir membuat aku merasa bahagia
sampai ketika sosok bidadari itu tiba.Sosok seseorang perempuan yang
bayangannya selalu berputar-putar di alam pikiranku.Aku terlupa bahwa aku telah
mengingkari kodratku dan memaksa orang-orang di sekelilingku untuk bisa,mau dan
harus menerima keinginanku.Menjadi seorang ‘Waria’.
“Sudah mau tutup,baru jam segini?
Tumben?.” “Eh,Desi!.Iya,seharian salon ramai sekali.Maiske kecapaian dan
menyuruhku untuk tutup saja salonnya.” “Anterin aku beli makan,yuk!.Pasti kamu
juga belum makan malam,kan?.” “Naik apa?” “Jalan kaki,aja.Keujung jalan
depan,ada tukang jualan sate.Enak!.” Aku mengiyakan,sate diujung jalan itu
memang terkenal enak.Maiske sering membelinya untuk menu makan malam.”Sekarang,sudah
nggak pernah dandan lagi? Pakai baju juga sudah normal? Ada apa?.” Jujur saja
aku ingin sekali menjawab pertanyaannya dengan kalimat,”Karena kamu,karena aku
suka kamu,Desi.karena aku ingin terlihat normal dimatamu.” Belum lagi kalimat
terlontar dari bibirku suara suitan dari laki-laki yang berkumpul di pos ronda
sudah membuat nyaliku ciut.”Suit-suit,ciehh..neng Desi makin cantik aja.Pasti
dibantuin dandan sama kamu ya,Jen?” Desi tidak menggubris celoteh-celoteh
mereka.Dia malah menggandeng tanganku dan menariknya agar berjalan lebih cepat.”Wah,enak
bener tuh jadi bencong.Bisa gandeng-gandeng anak perawan cantik.” Suara-suara
sumbang mereka masih terdengar samar-samar.”sudah,nggak usah
diperdulikan.Orang-orang nggak punya masa depan,ya begitu.” “Apa bedanya dengan
aku? Memangnya kamu lihat aku punya masa depan?.” Desi memandangiku beberapa
saat dan kemudian berjalan lagi menuju penjual sate.
“Satenya dua porsi,bang!.Minumnya
satu teh tawar hangat sama....?” “Es jeruk,jangan terlalu manis” jawabku.”Besok
lusa aku wisuda,Kamu datang ya!.” Aku? Datang ke wisuda kamu?.” “Iya,tapi
jangan pakai kebaya.Nanti aku kalah cantik dibanding kamu.” “Kamu selalu saja
meledek aku begitu.” “Maaf! Aku tidak bermaksud meledek atau menyakiti
perasaanmu.” Jawab Desi dengan wajah serius.”Kamu itu mengingatkan aku pada
seseorang.” Desi menarik napas dan terlihat matanya berkaca-kaca.”Siapa?”
tanyaku.”Arya,kakak laki-lakiku yang meninggal dua tahun lalu.” “Meninggal?
Sakit?.” “Dibunuh!.” Aku terkejut mendengar jawabannya.”Dia sama seperti mas
Joni,berbeda dan mengingkari takdirnya.Dia nekat pergi dari rumah karena
keluarga besarku tidak bisa menerimanya.”Sesaat Desi berhenti bercerita ketika
sate pesanan kami diantarkan sang penjual.Desi mencoba menyembunyikan
kesedihannya sambil menikmati seporsi sate kambing dihadapannya.
“Aku nggak mau kamu bernasib sama
seperti kak Arya.Dia dibunuh oleh teman sesama warianya,karena rebutan pria
yang sama-sama mereka suka.” “Astaga!.” Aku hanya bergidik sesaat
membayangkan.”Kamu berpikir aku dan Maiske adalah sepasang kekasih? Begitu?”
tanyaku.”Bukan,aku bisa lihat kamu tidak seperti waria-waria lainnya.Termasuk
tidak seperti mbak Maiske,karenanya aku mau kamu kembali pada kodratmu,mas
Joni.” Kali ini Desi berbicara sangat serius sembari menggengam tanganku.Aku
merasakan debaran perasaan cinta dihatiku menjadi memuncak dua kali lipat dari
sebelumnya.Aku hanya tidak menyangka dia terang-terangan memintaku untuk
kembali kepada kodratku.Yang sebenarnya sudah ingin aku lakukan sejak hari
pertama bertemu dirinya.”Iya,aku akan berubah.Aku juga akan datang ke acara
wisudamu besok lusa.” Desi tersenyum gembira.”Benar?” tanya Desi terlihat
gembira.”Orang tuaku dan Mas Arif juga akan datang.Nanti kita foto bareng ya!”
Pagi yang ditunggu tiba,aku bersiap
untuk pergi keacara wisuda di kampus Desi. Maiske alias Samad tampak mengusap
air mata dibelakangku.”Kamu terlihat tampan,Jon.Aku senang kamu bisa kembali
kejalan yang benar. ”Aku sudah menelpon Ibu dan berjanji untuk pulang. Setelah
menghadiri acara wisuda Desi. ”Terimakasih,Mad.kamu sudah bersedia menampung aku
selama ini.”Aku memeluk Samad dengan perasaan haru. Acara wisuda itu begitu
ramai dan ketika acara selesai aku diperkenalkan Desi pada orangtuanya dan Mas
Arif yang ternyata tunangannya. Aku hanya menahan berbagai perasaan yang
berkecamuk didada.Namun aku bersyukur setidaknya cinta terpendamku pada Desi
sudah membuat aku kembali.Menjadi Joni Pranata,anak laki-laki Bapak dan Ibu.
Keterangan
:
Kemindong:
Kemana --- Gilingan: Gila --- Mawar: Mau --- Makarena: Makan --- Tinta: Tidak
--- Akika: Aku --- Cacamarica: Cari --- Endang: Enak --- Mursida: Murah --- Lambreta:
Lambat --- Motorola: Motor --- Merekah: Marah --- Pecongan: Pacaran --- Pere:
Perempuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar