Senin, 11 Februari 2013

PESUT (CUPID) BORNEO - Part 1


Malam ini,jarum pendek arlojiku baru saja menunjuk ke arah angka tujuh dan jarum panjangnya menunjuk ke angka dua belas.Aku menepikan motor bebek kesayanganku di deretan parkir Tepian.Tepian adalah tempat yang sering digunakan warga lokal kotaku terutama pemuda pemudinya untuk berkumpul dan bertukar cerita tentang apa saja.Disebut Tepian karna letaknya benar-benar ditepi sungai Mahakam.Lampu kota yang dibalut pekatnya malam memperindah suasananya,belum lagi kita bisa mencium aroma sungai dan mendengar suara ombak kecil Mahakam,sungai terpanjang kotaku.Sungai ini memiliki biota air yang langka yaitu ikan Pesut.Ikan Pesut mirip sekali dengan ikan lumba-lumba,karenanya sering dijuluki lumba-lumba air tawar. Sayangnya,saat ini ikan Pesut termasuk salah satu hewan paling langka di Indonesia. Banyak hal yang menyebabkan populasi Pesut ini menjadi terganggu.Jumlahnya pun saat ini hanya sekitar tujuh puluh ekor yang menghuni daerah hulu dari sungai Mahakam.Hewan yang menjadi identitas Kalimantan timur ini semakin sukar untuk ditemui.Tidak seperti cerita kakekku,dulu jika kita berdiri di pinggiran sungai mahakam,kita bisa melihat lumba-lumba air tawar itu berenang dan melompat keudara layaknya lumba-lumba asli.Indah sekali mendengar cerita kakek mengenai Pesut sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahun silam.
Aku sendiri belum pernah melihat pesut asli.Hanya bisa melihat monumen air mancur pesut yang dibuat sebagai simbol kotaku tepat di seberang jalan dimana dengan megahnya kantor gubernur kalimantan timur dibangun. Seandainya saja ada cara untuk menghentikan penyusutan jumlah populasi Pesut. Aku yakin sekarang dan di masa depan akan banyak orang yang bisa melihat kelucuan Pesut saat berenang dengan bebas di Mahakam.Sehingga duduk di Tepian seperti sekarang bisa menjadi hiburan tersendiri,begitu lumba-lumba air tawar itu muncul dan melompat ke udara.Sekarang Pesut hanya mampu bertahan hidup di hulu Mahakam,daerah terpencil yang masih belum dipadati aktivitas manusia yang tanpa sengaja maupun sengaja merusak alam beserta habitat didalamnya. Di masa depan nanti anak cucu kita hanya bisa mendengar cerita nyata keberadaan Pesut Kalimantan Timur lewat kisah kakek neneknya atau jangan-jangan mereka hanya akan menganggap Pesut adalah hewan dari dunia dongeng yang diceritakan tiap kali mereka akan tidur saja. Benar-benar menyedihkan membayangkan hal tersebut.

Aku menatap kelapa hijau muda didepanku,tadinya begitu ingin aku meminum air didalamnya.Tapi begitu sang penjual sudah menyajikannya lengkap bersama gula aren dan sedikit susu kental manis putih aku kehilangan selera untuk meminumnya. Tepian terasa sunyi malam ini,pengunjung tampaknya tidak begitu memadati tempat ini.Apa dikarenakan hujan yang tanpa permisi datang sejak sore hari tadi,menjadikan orang-orang lebih memilih berdansa ditempat tidur dengan selimut hangat mereka. Aroma jagung bakar mengusik indra penciumanku.Ada beberapa orang tampaknya sedang memesannya dan beberapa diantaranya sedang berdiskusi mau menggunakan bumbu apa saat menyantapnya.

Oya,namaku Lily. Tiga hari lagi genap aku berusia dua puluh tahun.Didalam tubuhku mengalir darah penduduk suku asli kota ini,suku dayak.Kalimantan timur tepatnya di samarinda telah berbaik hati mengizinkan bayi mungil itu lahir.Disuatu malam yang cerah oleh pendar bintang,diantara desah napas dan pergulatan Mami melawan maut ketika memperjuangkan napasku agar bisa menghirup nikmatnya udara di muka bumi Borneo. Akhirnya bayi perempuan itu resmi membuat pertumbuhan populasi penduduk di Samarinda bertambah.Dan sekarang menjadi gadis manis dengan rambut hitam panjangnya, bulu mata lentik serta....stop! hehehehe,aku jadi besar kepala mendeskripsikan diriku sendiri.

Hari ini sebenarnya aku juga enggan melangkahkan kaki keluar dari persembunyian hangatku.Tapi  hari ini aku harus menemui seseorang dari luar kota.Dia anak teman Mami semasa sekolah dulu di pulau jawa.Mami sendiri adalah pendatang dari tanah jawa di tanah Borneo,tanah yang menyimpan begitu banyak kekayaan alam terpendam.Penghasil beribu sumberdaya  alam yang menggiurkan.Sedangkan Papi adalah seorang penduduk lokal yang memiliki darah suku setempat.Setahuku kisah cinta mereka begitu manis,menyatukan dua perbedaan menjadi satu.Melebur atas nama cinta dan janji sehidup semati dalam ikrar rumah tangga.Entahlah,apa aku bisa menemukan pangeran impian seperti papi.Jujur saja sejauh aku melangkahkan kaki di bumi tuhan,aku belum pernah jatuh cinta.

            Dua puluh tahun? Dan belum pernah jatuh cinta.Normalkah itu? Bahkan sekedar cinta monyet sekalipun aku belum pernah merasakan getarannya.”Ada yang salah dengan kepekaan anatomi tubuhmu,dech.” Tutur sahabatku melati beberapa waktu lalu.saat aku tidak pernah merespon balik setiap ucapan dan usaha lawan jenis yang mencoba mendekatiku. “Apanya yang salah?” tanyaku lugu. “Entah bagian otak atau hatimu atau mungkin jangan-jangan kamu suka sesama jenis?” Melati menatapku sambil tertawa. “Kalau benar begitu,siap-siap aja kamu digosipkan pacaran sama aku” kerlingku nakal kearahnya. Melati bergidik, “Ihhh...bagus aku jadian sama Hatta.Cowok yang mati-matian mengejar cinta sang lesbian.Banyak yang ngantri jadi pacar dia,tuh?.kamu malah,no respond.Aneh!.” Sepenggal obrolan selama sekolah SMU dulu membuatku mengulum tawa .

Ringtone ponselku berbunyi,sebaris nomor yang aku tidak kenal muncul dilayarnya. “Siapa,ya?” ujarku.Sebelum sempat mengangkatnya dering ponsel terhenti.Aku kembali memasukan ponsel ke dalam tas.Belum sempat benar-benar masuk ponselku kembali berdering.”Hallo! benar dengan Lily?.Saya Edmund,anaknya mama Agnes.Temen mama kamu.” Suara diseberang sana tidak segera kujawab. “Jadi anak temen mami itu cowok?. Kenapa mami nggak kasih tau dari awal,ya?.Kalau cowok bukannya lebih baik disuruh datang langsung kerumah? Ngapain aku yang disuruh ketemu duluan? Di Tepian lagi? Mamiiiii!.” Batinku. Sebab,Tepian itu identik dijadikan sepasang muda mudi yang sedang berpacaran untuk bersua.

“Hallo? Hallo?” suara itu kembali muncul membuyarkan lamunanku. “Ya,hallo juga. Betul,ini Lily.Kamu ada dimana ya sekarang? Ed...? Siapa tadi nama kamu?” tanyaku karena jujur saja aku tidak terlalu memperhatikan ucapannya diawal pembicaraan.”Edmund.Nama saya Edmund. Saya lagi kebingungan,nich? Sekarang saya berada dimana,ya?” jawabnya. “What? Berada dimana? Maksudnya?” agak aneh ini cowok pikirku. “Kamu dikalimantan Edmund.Tepatnya di samarinda” jawabku sekenanya. “Yee..itu mah saya juga tau.maksud saya,ini supir taxinya mau saya suruh pergi kearah mana?.” OMG! Ternyata dia bingung masalah taxi. “Bilang aja Tepian,supir taxi pasti tahu tempat ini.” “Ok!” klik,tut tut tuttt....

Rasanya aku belum selesai ngomong di Tepian sebelah mana aku tunggu dia saat ini.Sudah main tutup telepon aja,ini orang.Aku menghembuskan napas sedikit kesal. “Awas aja nanti kalau dia telepon lagi! Aku cuekin baru tau rasa.” Selang lima belas menit kemudian ponselku kembali berdering.Sebaris nomor yang muncul dilayar sudah dicerna dengan baik oleh otakku,kalau itu adalah nomor hp Edmund.Walaupun aku belum sempat save di phone book hp.

“Ly! Saya udah di Tepian,kamu yang mana ya?” tanyanya. “Yang mana,bagaimana?. Tepian itu lumayan panjang tahu. Kamu turun dari taxi disebelah mana? Aku di dekat monumen air mancur Pesut.” Jawabku agak ketus. “Monumen apaan?” tanyanya. “Pesut.Ikan Pesut.” “Emangnya itu nama ikan ya? Kok, dari tempatku berdiri aku nggak liat ada monumen ikan?” jawabnya terdengar agak panik. “Kamu jalan,dech.Cari di mana ada monumen air mancur bentuknya ikan,aku pas didepan sebelah kiri.didekat penjual jagung bakar dan es kelapa muda.” Jawabku. “oh,oke-oke. Tapi ngomong-ngomong disinikan semuanya jualan jagung bakar,ya?” jawabnya yang membuatku sedikit menahan tawa. “Emang. Tapi monumen air mancur pesut, ‘kan Cuma ada satu. Selamat berjuang,ya. Edmund.” Balasku sambil buru-buru menekan tombol off di hp.

Kira-kira sepuluh menit kembali Edmund menelepon. “Saya sudah di depan monumen air mancur ikan teri,nich.” Ucapnya. Hahahaha,suaranya terdengar kesal. “ya,tunggu disitu jangan kemana-mana.Biar aku yang kesitu susulin kamu.” Seperti apa ya orang yang bernama Edmund itu.Dari suaranya sich terdengar cukup friendly.Nggak tahu dech aslinya. Ups,kali ini giliranku yang kebingungan.Aku lupa menanyakan ciri-cirinya.Hahahaha,ternyata tidak susah untuk mengetahui yang mana orang yang bernama Edmund.Sebab Cuma dia satu-satunya orang yang memandangi monumen air mancur pesut malam-malam begini.

“Hai!” sapaku dari arah belakangnya. Sosok yang bernama Edmund itu pun membalikan badan. Sesaat dia terdiam melihat ada seorang cewek manis menyapanya (hiperbolaku kambuh lagi).”Oh,hai!. Kamu pasti Lily,ya?” tanyanya sambil tersenyum. Dan,bagai kesamber petir disiang bolong aku yang tadinya mau pasang aksi super duper cuek jadi mellting melihat senyum kecilnya barusan. Ada sesuatu yang bermain-main dihatiku untuk sesaat. “Hallo?” ujarnya sambil melambaikan tangan tepat didepan wajahku.

                                                    to be continue








Tidak ada komentar:

Posting Komentar