Kamis, 14 Maret 2013

SEMANGKUK BUBUR DINGIN



                Kita adalah pengingkar rasa cinta abadi.Mengalahkan debar rasa setengah mati dan membiarkan hati senantiasa nyeri.Hatiku adalah tempatmu kembali,pulanglah dengan hati-hati,agar janjimu dapat tergenapi,sebelum tertikam sepi.
            “Hujan siang ini seperti inspeksi mendadak,membuat orang-orang dijalan tadi sukses memaki” celetukanmu membuyarkan lamunanku.”Sorry,telat!” bingkisan kecupan engkau daratkan beberapa kali di dahiku.”Yah..sudah dingin!” “Sudah setengah jam yang lalu bubur itu matang” jawabku datar.”Bubur buatanmu selalu lezat,sekalipun sedingin es” kau tampak semangat menikmati bubur yang aku hidangkan buatmu.Sebenarnya bubur ini akan tepat sekali disantap jika saja setengah jam lebih cepat dia datang.”Harusnya kamu ikut lomba-lomba memasak yang sering diadakan di televisi itu.Hidangan spektakuler ala chef Lena Viona.” Aku tergelak,tawaku memecah keheningan yang sempat tersirat,khawatir bubur ini tak disantap karena kamu tidak datang.
            “Apa kabar Bayu?” sesaat kamu melirikku,dalam.”Baik...” aku selalu enggan bercerita Bayu saat berdua denganmu,”sehat dan semakin sibuk dengan sidang-sidangnya.” Bayu adalah pangeran pengacaraku,yang selalu berbicara lantang membela sang pesakitan dari ketukan maut sang hakim dan cercaan jaksa.”Kamu sendiri apa kabar?” tersirat rasa ingin tahuku yang begitu besar.”Stres berat!” balasmu seraya menyuapkan satu sendok bubur terakhir kedalam mulutmu.”Aku nggak pernah menduga,persiapan pernikahan membutuhkan konsentrasi tingkat dewa.” Sesekali kamu menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal,ciri khas dirimu ketika resah.”Stres? Apa gunanya kamu pakai wedding organizer?.” “Hmm..sekalipun memakai jasa WO, tetap saja keputusan ditangan kami.” Kami itu artinya kamu dan dia,bukan kamu dan aku.Sebab Kami itu akan berubah jadi kita jika semua pembicaraan persiapan menikah ini antara kamu dan aku.Ada nyeri menyusup di bilik hati,pelan dan pasti.
            “Renata itu seorang yang perfectionist.Hanya di depanmu aku bisa mengenakan pakaian seperti ini.” “Seperti ini?” aku mengernyitkan dahi,merasa tidak ada yang salah dengan pakaiannya hari ini.Kaos oblong biru tua dan celana panjang kain berwarna krem muda. “Tampan,pangeran tampanku!” bisikku riuh dalam hati.Meski posturmu tidak terlalu tinggi,namun tetap saja membuatku yang hanya setinggi bahumu ini merasa pendek.Tatapan tajam dari balik kaca mata silinder yang kamu pakai menimbulkan kesan kharismatik yang kuat. “Hahahaha,dia tidak pernah suka melihatku berkeliaran dengan kaos oblong.Sekalipun dia tahu pekerjaanku seorang jurnalis,yang membutuhkan kenyamanan saat bertugas.” Lagi–lagi kamu menggaruk-garuk pelan kepalamu.Entahlah bagaimana awal mulanya seorang Renata Diar,Designer terkenal ibukota itu bisa jatuh hati pada seorang jurnalis yang mewawancarainya mengenai acara pagelaran busana yang dia selenggarakan dua tahun lalu.Sejak itu bubur ayamku kerap kali kehilangan peminat sejatinya.Bubur ayam,aku teringat kapan pertama kali membuat bubur ayam ini.berawal dari sebuah ketidaksengajaan yang menjadi pengulangan membahagiakan.
            Tujuh tahun lalu,saat masih berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi sekaligus resmi menyandang predikat resmi sebagai anak kost ,aku mulai mempunyai kebiasaan rutin yaitu memasak.Sebagai usaha penghematan terhadap uang saku bulanan.Aku dan Charles tinggal di kost yang sama,meski berbeda kamar kami sering memasak bersama diakhir minggu.Awal bulan adalah peringatan kemerdekaan bagi menu makanan yang akan tersaji.”Len..Lenaaaa!” Suara berat Charles berlomba dengan ketukannya di pintu kamar.”Masak? Sudah lengkap bahannya?” kepalaku menyembul dari balik pintu,hampir saja ketukan tangannya mendarat dijidat.”Waduh! Anak perawan jam segini baru menjenguk dunia.” Aku hanya mengerjapkan mata dan segera berlari kekamar mandi,”kamu duluan kedapur ya!” teriakku dari dalam kamar kost.
            Ada sepotong dada dan paha ayam yang masih terlihat segar,mengerling dari dalam baskom dihadapanmu.”Sudah beres tuan putri.Tinggal di masak sesuai selera.” “Panci kecil tertutup itu isinya apa?.” “Ummm...hahahahahaha,bubur!” Charles memperlihatkan satu panci berisi bubur.”Hari ini kita bukannya mau masak ayam bumbu bali dan nasi liwetk?” aku kebingungan melihat bubur dipanci yang ia pegang.”Tadi aku mau bikin kejutan,rencananya mau bantu kamu masak nasi.Berhubung listrik mati,penanak nasi otomatis yang tinggak colok itu ikutan mati.Jadi....” “Jadi,inisiatif tinggi menanak nasi diatas kompor,airnya nggak ditakar dan....this is it...” ucapku seraya menepuk jidat.Derai tawa mengalir deras dari bibirnya, “Kamukan pakar masak,chef Lena!.” Aku mendorong paksa tubuhnya keluar dari dapur umum kost-kostan.Setelah berdebat sesaat dengan hati,aku memutuskan memasak ulang bubur ini ditambah bumbu nasi liwet dan bagian paha ayam aku potong dadu untuk dicampur kedalam bubur.Sedangkan dada ayamnya aku goreng dan suwir-suwir kecil lalu tetap aku beri bumbu bali seperti rencana awal.Tepat satu jam kemudian dua mangkuk besar bubur ayam suwir bumbu bali terhidang.Seperti orang yang baru pertama kali menyantap bubur,kamu melahapnya tak bersisa.Entah karena lapar atau apa.Hingga sekarang Charles kerap kali memintaku membuat bubur serupa.
 “Kamu menemukan resep baru di dunia,Len. Ini enakkkkk,pake banget!.” Aku menggelengkan kepala tersadar dari lamunan,seraya mengulurkan sekotak tissue padanya.”Setiap kali selalu kalimat itu yang kamu ucap.” “Faktanya begitu,sich.” Charles mengusap-usap perutnya, “kenyang!. Bubur yang sama,selalu konsisten citarasanya.Harusnya buburmu ini menjadi salah satu hidangan di resepsi pernikahanku nanti.” Aku mencari kesungguhan dibalik pernyataannya barusan.”Oh,jangan.Aku nggak mau ada orang lain menikmati bubur buatanmu ini,hanya aku yang boleh.” “Apa kamu masih sempat mencicipi bubur buatanku lagi?. Umm...setelah menikah dengan Renata nanti.” Aku bertanya padanya setelah kalimat egois tadi terucap darinya. “kenapa nggak?. Apa karena aku menikahi Renata kamu sudah tidak mau lagi memasak bubur itu untukku?.”  “Aku bisa memberikan resepnya kepada Renata” aku mencoba tersenyum saat mengucap kalimat itu.”Hahahaha....Renata itu nggak bisa masak.Nggak bakalan bisa menyaingi kehebatan masakanmu” seolah mengerti perasaanku,kamu mendekat dan mengusap-usap rambutku .
“Aku lupa,kamu akan jadi nyonya Bayu.Boleh aku minta satu hal darimu?” Saat itu kita begitu dekat,bahkan hembus hangat napasmu bisa aku rasakan.”Apa?” kamu tahu,apapun akan aku berikan untukmu,untuk seseorang yang telah memiliki hatiku,bahkan jauh sebelum aku sendiri menyadari hal itu.”Datang ke pesta pernikahanku!” sebuah kertas undangan terulur kepadaku.Warnanya jingga dihias tulisan keemasan dan berhiaskan foto prewedmu.Aku sungguh telah menyiapkan diri untuk tibanya saat ini,namun hatiku saat ini rasanya remuk.Serasa terjun payung dan tak bisa membuka parasut.”Aku pasti datang!” aku meraih kertas undangan dari tangannya dan bergegas berdiri untuk merapikan mangkuk bubur dan segera membawanya ke dapur untuk di cuci.Sebenarnya itu adalah usaha setengah matiku untuk tidak menangis di depannya.Ini bukan undangan untuk menghadiri upacara pemakaman,bukan?.Jadi tidak boleh ada air mata untuk menyambutnya,meski bisa saja aku berdusta bahwa ini adalah air mata suka cita.Namun aku tidak bisa,sungguh.Untuk berpura-pura menangis karena bahagia,karena aku tahu,dia akan merasakan kesedihan ini sehebat apapun aku menyembunyikannya.
Aku mengantarkan bayangannya sebatas pintu kamar apartement.Menolak kecupan yang tadinya ingin dia berikan,seperti hari-hari sebelumnya ketika kami mengakhiri pertemuan.Canggung kamu menarik keinginan untuk mencium keningku.Aku pun merasa perlu untuk melakukan penolakan,mungkin hatiku sedang tidak bersahabat seperti hari kemarin.Hatiku sedang merajuk dan berusaha bilang padamu untuk membatalkan apa yang telah tercetak di kertas undangan jingga itu.Apakah mungkin? Kuarasa itu tidak mungkin.Perjodohan yang dilakukan oleh orang tuaku,cincin pertunangan yang lebih dulu melingkari jariku.Jauh sebelum kamu bertemu Renata dan menjadi kekasihnya.Aku masih bisa mengingat dengan jelas,rona wajahmu ketika mengetahui aku akan bertunangan dengan Bayu.Aku ingin menolak,andai kamu bersikeras melarangku dan mengatakan bahwa kamu menginginkanku.Namun,kamu hanya terdiam seolah menahan gejolak emosi dan seketika menjabat tanganku dengan ucapan kalimat selamat untukku.Aku pun mendiamkan rasa yang bergejolak menginginkan kamu,tidak berani berorasi menyampaikan hasrat hati dan melangkah ayu bersama balutan kebaya merah jambu pada malam pesta pertunangan yang kamu tidak menghadirinya dengan alasan ada tugas meliput berita di luar kota.Apakah benar kamu tidak bisa menyempatkan hadir?.Lantas saat ini kamu ingin aku menghadiri upacara sakral antara kamu dan dia,upacara yang nantinya akan mengikatmu dalam janji untuk bersama hingga mati.
Pipiku dikeroyok bening hangat,napas terasa sesak dan percuma rasanya menahan isak.Apakah sebaiknya aku menuntaskan isak malam ini,agar nanti bisa menerbitkan senyuman terbaikku saat mengucap selamat padamu dan Renata saat kalian bersanding jadi raja ratu sehari?. Aku menatap nanar kearah jalanan dari balik jendela kamar.Kosong...sepi!.Apa aku patut mengatakan hubunganmu dan Renata adalah sebuah ego?. Kamu selalu berkata jika kalian ibarat bumi dan angkasa,tidak memiliki persamaan sedikitpun.Namun bukankah kita nantinya akan berjodoh dengan orang yang memiliki kebalikan sifat dari kita?.Atau aku yang terlalu bodoh,tidak bisa menyadari upayamu untuk kembali ke jalan menuju hatiku,dengan kerap kali membuatku cemburu setiap kali dongeng-dongeng tentang Renata terukir dari bibirmu dikala kita bersama,di pesan-pesan singkatmu dan di setiap telepon-teleponmu?.Bagaimana jika kamu benar-benar mencintai perempuan yang nyaris diambang kesempurnaan itu?. Cantik,berpendidikan,karier gemilang dan siapa yang tidak mengenal Renata Diar saat ini?. Sedangkan aku? Hanyalah seorang penulis honor yang masih memperjuangkan untuk bisa menjadi penulis yang bisa melihat namanya tercetak di buku yang terbit dari buah pikirannya.
Hatiku adalah satu-satunya album dimana aku bisa dengan aman menyimpan rima-rima indah keberadaanmu didunia.My heart raced so fast, gelapnya cahaya malam menjadi layar tempat segala kenangan antara kamu dan aku berputar,berharap masih ada mangkuk bubur lagi yang bisa aku hidangkan dengan citarasa cinta disetiap sentuhannya.Aku merindukan sesuatu yang tidak pernah aku berani perjuangkan dan tersakiti oleh sikapku sendiri.Sementara senandung merdu Broken Vow dari Lara fabian yang terus berulang dari speaker kecil disamping komputer kamar membuat sebuah adegan yang entahlah apa aku akan menyesalinya dikemudian hari.Adegan yang berisi aku,air mata dan semangkuk sisa bubur tadi siang berkencan dengan perasaan hampa yang mengajak berdansa.

Note : di ikutkan dalam lomba cerpen film RectoVerso by Rya Angeline 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar